A. LATAR BELAKANG
Ilmu ukur tanah merupakan ilmu terapan yang mempelajari
dan menganalisis bentuk topografi permukaan bumi beserta obyek-obyek di atasnya
untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan konstruksi. Ilmu Ukur Tanah menjadi dasar
bagi beberapa mata kuliah lainnya seperti rekayasa jalan raya, irigasi,
drainase dan sebagainya. Dalam kegiatan hibah pengajaran ini. Misalnya semua
pekerjaan teknik sipil tidak lepas dari kegiatan pengukuran pekerjaan
konstruksi seperti pembuatan jalan raya, saluran drainase, jembatan, pelabuhan,
jalur rel kereta api dan sebagainya memerlukan data hasil pengukuran agar
konstruksi yang dibagun dapat dipertanggungjawabkan dan terhindar dari
kesalahan konstruksi.
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik dan
berkualitas baik ditinjau dari segi biayanya yang murah dan tepat waktu juga
dari segi kesesuaian dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan diperlukan
metode pengukuran yang tepat serta peralatan ukur yang tepat pula.
Pengukuran-pengukuran menggunakan waterpas, theodolit. Total station dan
sebagainya dapat mengasilkan data dan ukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.
B. TUJUAN
1)
Untuk dapat
mengetahui bagaimana cara mengoprasikan Theodolit.
2)
Untuk dapat
mengetahui peralatan dan prosedur dalam pengukuran menggunakan Theodolit.
3)
Untuk dapat
mengetahui cara menghitung jarak, dan sudut.
C. MANFAAT
1)
Dapat
menginformasikan cara mengoprasikan Theodolit.
2)
Dapat
menginformasikan peralatan dan prosedur dalam pengukuran menggunakan Theodolit
3)
Dapat
menginformasikan cara menghitung jarak, dan sudut.
II. LANDASAN TEORI
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang
digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak.
Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam
theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara
peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah
teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang
dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal
untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat
diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut
vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat
ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs
yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila
situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan
menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan
dengan cepat dan efisien (Farrington 1997) Instrumen pertama lebih seperti alat
survey theodolit benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel
(de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod.
Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran
di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah
lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk
pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada
vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal
setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga
dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada
akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini
pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite
yang menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse
Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan
mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan
yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk
pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.
Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti
Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya
teropong pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di
dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan
sudut siku-siku
pada
perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk menguker
ketinggian suatu bangunan bertingkat.

Gambar 1. Theodolit Konvensional ( T0 )
Keterangan gambar theodolit
0 (T0) :
1.
Plat dinding
pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2.
Ring pengatur
lensa tengah
3.
Pengatur fokus
benang silang
4.
Alat baca
lingkaran vertikal/horisontal
5.
Lensa obyektif
6.
Klem vertikal
teropong
7.
Penggerak halus
teropong
8.
Klem alhidade horisontal
9.
Penggerak halus
horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar
instrumen
12. Nivo tabung alhidade horizontal
A. Syarat-syarat theodolit
Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite
(pada galon air) sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah
sbb :
1.
Sumbu kesatu
benar – benar tegak / vertical.
2.
Sumbu kedua
haarus benar – benar mendatar.
3. Garis bidik
harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4. Tidak adanya
salah indeks pada lingkaran kesatu.
B. Tata Cara
Pengukuran Detil Tachymetri Menggunakan
Theodolit
Berkompas
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan
alat ukur (Theodolite) titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah
alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat
berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di
rambu BT, BA, BB serta sudut miring m. Tempatkan alat ukur theodolite di atas
titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap
untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu
di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak. Arahkan
teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan
garis tengah rambu. Kemudian kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.
Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke
titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan
benag tengah, atas dan bawah serta catat dalam buku ukur. Bila memungkinkan,
atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga
beda tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka
tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.
Kesalahan
pengukuran cara tachymetri dengan theodolite berkompas
Kesalahan alat,
misalnya:
1.
Jarum kompas
tidak benar-benar lurus.
2.
Jarum kompas
tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.
3.
Garis bidik
tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
4.
Garis skala 0°
– 180° atau 180° – 0° tidak sejajar garis bidik.
5.
Letak teropong
eksentris.
6.
Poros penyangga
magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
Kesalahan
pengukur, misalnya:
a. Pengaturan
alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).
b. Salah taksir
dalam pemacaan
c. Salah catat,
dll. nya.
Kesalahan
akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi
magnet.
b. atraksi
lokal.
C. MACAM / JENIS
THEODOLIT
Macam Theodolit
berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu:
1. Theodolit
Reiterasi ( Theodolit sumbu tunggal )
Dalam theodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi
satu dengan kiap, sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur.
Theodolit yang di maksud adalah theodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem)
2. Theodolite
Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu
bahwa lingkaran mendatarnya dapat diatur dan dapt mengelilingi sumbu tegak.
Akibatnya dari
konstuksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0º, dapat ditentukan kearah
bdikan / target myang dikehendaki. Theodolit yang termasuk ke dakm jenis ini
adalah theodolit type TM 6 dan TL 60-DP (Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51
(Zeiss)
Rambu

Gambar 2. Rambu
Bentuk rambu mirip dengan mistar kayu
yang besar, dilengkapi dengan skala pembacaan tiap satu sentimeter dan skala
besarnya merupakan huruf E. Panjang rambu adalah tiga meter. Bahan rambu ada
yang dari kayu maupun alumunium. Rambu berguna untuk membantu theodolit dalam menentukan jarak secara
optis. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam memegang rambu harus tegak
lurus terhadap titik yang ditinjau.
Patok Kayu

Gambar 3. Patok Kayu
Patok kayu dibuat dari reng ¾ atau bujur sangkar dan
panjangnya ± 90 centimeter yang salah satu
ujungnya diruncingkan dan di ujung lainnya di beri paku payung agar pembacaan nonius lebih akurat.
Pengukuran Poligon
Cara membuat
suatu polygon adalah cara pertama untuk menentukan tempat lebih dari satu
titik. Penentuan titik dapat dilakukan
dengan beberapa cara:
a.
Penentuan
ralatif dengan menempatkan beberapa titik yang terletak di atas satu garis
lurus, maka empat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan dengan jejak dari
suatu titik yang terletak di atas garis lurus itu pula. Titik-titik yang diambil sebagai dasar untuk
menghitung jarak-jarak dinamakan titik nol. Karena titik-titik dapatterletak di
sebelah kiri dan kanan titik nol (O)> maka kepada titik yang terletak di
sebelah kanan titik nol (o) diberi jarak dengan titik positif (+)dan titik yang
terletak di sebelah kiri titik nol diberi jarak dengan tanda negative (-). Buat skala dengan bagian yang sama (ke kiri
dan ke kanan) dengan satuan jarak 1 m, 10 m, atau 100 m, tergantung pada
jarak-jarak harus dinyatakan.

(B) 0 A
αAB = xa – xb
= (+20) – (-40)
= +60
Cara menentukan
tempat titik-titik dengan menggunakan suatu titik nol pada garis harus
digunakan pada pengukuran daerah-daerah yang kecil.
b.
Penentuan
dengan koordinat kartesian (salib sumbu)
Hal ini
digunakan apabila cara di atas titik tidak dapat dilakukan, karena titik-titik tidak terdapat di suatu
garis lurus. Sebagian besar penentuan
tempat titik-titik ialah dua garis lurus yang saling tegak lurus (salib sumbu).
n =
bilangan bulat (belum tentu sama dengan banyaknya titik), harganya harus
dicari dengan memisahkan fβ = 0 dan
harga n diambil bilangan bulat yang paling dekat dengan n yang
menghasilkan. Perumusan untuk polygon
tertutup, rumus perataannya adalah :
∑β = (n – 2) 1800 + fβ
∑d sin α = (xa – xb) + fx
∑d cos α = (ya – yb) + fx
III.
PERALATAN DAN
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Peralatan yang
Digunakan
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini peralatan yang digunakan antara lain,
theodolit konvensional, waterpass,
rambu, alat tulis, dan formulir.
Pemeriksaan
Alat Ukur
Sebelum
dilaksanakannya praktikum,terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap
alat. Hal ini dilakukan untuk
menghindari akan digunakannya alat yang ternyata rusak dan akan mengakibatkan
kesalahan akan data yang didapatkan.
Pengukuran
Kerangka Dasar Horizontal
1. Menyiapkan
peralatan yang digunakan, check seluruh peralatan. Hal ini perlu karena siapa tahu ada salah
satu alat yang rusak.
2. Mengambil
statif dan tinggikan secukupnya.
Usahakan letaknya mendatar atau rata.
3. Pasang
alat ukur Theodolite dan kecangkan, hal ini dilakukan agar titik as alat tepat
berada diatas titik pada patok.
4. Stabilkan
alat dengan cara meyetel Nivo. Apabila
tidak tepat berada diatas titik paku, geser alat sedikit kearah titik patok,
alat kembali distabilkan karena akibat pergeseran ini akan terjadi perpindahan
Nivo.
5. Arahkan
teropong ke rambu ukur belakang. Baca
angka yang tertera di rambu ukur dengan menggunakan benang silang (ba,bb,bt).
Untuk
mencari jarak (d) = (ba - bb) x 100
Untuk
mencari benang tengah = (ba + bb) / 2
6. Baca
sudutnya. Catat pada buku ukur.
7. Kemudian
alat diarahkan ke titik berikutnya (rambu muka). Kemudian lakukan metode 5 dan 6 seperti
diatas.
8. Untuk
mencari besaran sudutnya dengan cara diselisihkan antara bacaan sudut kedua
titik tersebut.
9. Begitu
juga untuk titik detail yang lain.
10. Apabila pekerjaan di titik selesai, pindahkan alat ukur tersebut ke
titik lainnya. Lakukan pekerjan / metode
diatas sampai titik terakhir.
Pengukuran
Situasi Detail dengan Metode Tachimetri
1. Theodolite
dipasang pada Sta. A. Kemudian dicatat
tinggi alat diatas Station.
2. Teropong
diatur sehingga terbaca sudut miringnya dan garis bidik jatuh pada titik C di
rambu yang terletak di station B. Catat
bacaannya.
3. Kendurkan
scrup pengunci lingkaran tegak dan bidik titik kedua D pada rambu. Catat bacaan rambu dan sudut tegaknya.
4. Hitung
perbedaan antara bacaan kedua titik pada rambu.
Harga ini dinamakan “selisih benang” dan biasa notasinya huruf S.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Perhitungan
1. -Muka
Luar biasa →
351°-180°=171°
171°26'30"
Biasa → 171°26'30''
-Belakang
Luar biasa → 155°+180°=335°
335°41'20"
Biasa → 329°10'40"
Muka = biasa+LB = 171° 26' 30" + 171° 26' 20"
2 2
=171° 26' 25"
Belakang =
329°
10' 40" + 335° 41' 20"
2
= 332° 25,5' 30"
< Depan belakang = belakang - muka
=
332° 25,5'
30" - 171°
26' 25"
=
331° 85,5'
30" - 171°
26' 25"
=
160° 59,5'
5"
=
160,99
2 -Muka
Luar biasa → 196°-180°=16°
16° 36' 40"
Biasa → 16°
38' 30''
-Belakang
Luar biasa → 321°-180°=141°
141° 9' 20"
Biasa → 141°
10' 30"
Muka =biasa + LB = 16° 38' 30" + 16° 36' 40"
2 2
= 16° 37' 35"
Belakang= 141° 10' 30" + 141° 9' 20" = 282°
19' 50"
2
2
= 141° 9,5' 25"
< Depan belakang = belakang - muka
=
141° 9,5'
25" - 16° 37' 35"
=
140° 69,5'
25" - 16°
37' 35"
=
124° 31,5'
50"
=
124,54
3. -Muka
Luar biasa →
334°-180°=154°
154° 28' 35"
Biasa → 54°
28' 00''
-Belakang
Luar biasa → 97°+180°=277°
277° 47' 00"
Biasa → 280°
52' 10"
Muka = B + LB = 154° 28' 00" + 154° 28' 35"
2 2
=104° 26' 17,5"
Belakang = 280° 52' 10" + 277° 47' 00" =
557° 99' 10"
2 2
= 278,5° 49,5' 5"
< Depan belakang = belakang - muka
=
278,5° 49,5'
5" - 104° 26' 17,5"
=
278,5° 48,5'
65" - 171° 26' 25"
=
174,5° 22,5'
47,5"
=
174,89
4. -Muka
Luar biasa →
196°-180°=16°
16° 14' 00"
Biasa → 16°
17' 30''
-Belakang
Luar biasa → 24°+180°=204°
204° 7' 20"
Biasa → 203°
58' 40"
Muka = biasa + LB
= 16° 17' 30'' + 16° 14' 00"
2 2
= 16° 15,5'
15"
Belakang = biasa + LB = 203°58'40" + 204°7'20"
2 2
= 203,5° 32,5' 30"
< Depan belakang = belakang - muka
=
203° 32,5'
30" - 16°
15,5' 15"
=
187° 17'
15"
=
187,79
5. -Muka
Luar biasa →
194°-180°=14°
14° 11' 10"
Biasa → 14°
13' 5''
-Belakang
Luar biasa → 304°-180°=124°
124° 30' 20"
Biasa →
124° 33' 20"
Muka = B + LB = 14° 13' 5'' + 14° 11' 10"
2 2
= 14° 12'
7,5"
Belakang = B + LB =
124°
33'
20"
+ 124°
30'
20"
2 2
= 124° 31,5' 20"
< Depan belakang = belakang - muka
=
124° 31,5'
20" - 14°
12' 17,5"
=
110° 19,5'
12,5"
=
110,33
6. -Muka
Luar biasa → 36°+180°=216°
216° 32' 00"
Biasa →
216° 26' 00''
-Belakang
Luar biasa → 130°+180°=310°
310° 00' 00"
Biasa →
310° 2' 30"
Muka = B + LB = 216° 26' 00'' + 216°
32'
00"
2 2
= 216° 29'
00"
Belakang = B + LB
= 310°
2'
30"
+ 310°
00'
00"
2 2
=
310° 1' 15"
< Depan belakang = belakang - muka
=
310° 1'
15"
- 216°
29' 00"
=
309° 61'
15" - 216° 29' 00"
=
93° 32'
15"
=
93,54
7. -Muka
Luar biasa →
269°-180°=89°
89° 19' 40"
Biasa →
89° 13' 20''
-Belakang
Luar biasa → 187°-180°=7°
7° 7'
50"
Biasa →
7° 3' 50"
Muka = B + LB = 89° 13' 20'' + 89° 19' 40"
2 2
= 89° 16'
30"
Belakang = B + LB
= 7°
3'
50"
+ 7°
7'
50"
2 2
= 7° 5' 50"
< Depan belakang = belakang - muka
=
° 25,5'
30" - 171°
26' 25"
=
331° 85,5'
30" - 171°
26' 25"
=
160° 59,5'
5"
=
160,99
8. -Muka
Luar biasa →
62°+180°=242°
242° 22' 40"
Biasa → 242°
20' 30''
-Belakang
Luar biasa → 147°+180°=327°
327° 36' 40"
Biasa →
327° 27' 30"
Muka = B + LB= 242° 20' 30'' + 242° 22' 40"
2 2
= 242° 21'
35"
Belakang = B + LB
= 327°
27'
30"
+ 327°
36'
40"
2 2
= 327° 31,5' 35"
< Depan belakang = belakang - muka
=
327° 31,5'
35" - 242°
21' 35"
=
85° 10,5'
00"
=
85,18
9. -Muka
Luar biasa →
306°-180°=126°
126° 51' 20"
Biasa → 126°
49' 00''
-Belakang
Luar biasa → 124°+180°=304°
304° 13' 20"
Biasa →
304° 14' 00"
Muka = B + LB = 126° 49' 00'' + 126° 51' 20"
2 2
= 126° 50'
10"
Belakang = B + LB
= 304°
14'
00"
+ 304°
13'
20"
2 2
= 304° 13,5' 10"
< Depan belakang = belakang - muka
=
304° 13,5'
10" - 126°
50' 10"
=
303° 73,5'
10" - 126°
50' 10"
=
177° 23,5'
00"
=
177,39
10. -Muka
Luar biasa →
121°+180°=301°
301° 19' 30"
Biasa →
301° 21' 30''
-Belakang
Luar biasa → 215°-180°=35°
35° 44' 30"
Biasa → 35°
45' 00"
Muka = B + LB = 301° 21' 30'' + 301° 19' 30"
2 2
= 301° 20'
30"
Belakang = B + LB
= 35°
45'
00"
+ 35°
44'
30"
2 2
= 35° 44,5' 15"
< Depan belakang = belakang - muka
=
332° 25,5'
30" - 171°
26' 25"
=
331° 85,5'
30" - 171°
26' 25"
=
160° 59,5'
5"
=
160,99
11. -Muka
Luar biasa → 57°+180°=237°
237° 53' 20"
Biasa →
237° 51' 20''
-Belakang
Luar biasa → 237°-180°=57°
57° 37' 40"
Biasa →
57° 31' 30"
Muka = B + LB = 237° 51' 20'' + 237°
53'
20"
2 2
= 237° 52'
20"
Belakang = B + LB
= 57°
31'
30"
+ 57° 37' 40"
2 2
= 57° 34' 35"
< Depan belakang = belakang - muka
=
332° 25,5'
30" - 171°
26' 25"
=
331° 85,5'
30" - 171°
26' 25"
=
160° 59,5'
5"
=
160,99
Dari
data yang kami peroleh secara langsung di lapangan, dari sebelas titik yang
harus kami hitung ada sedikitnya tiga titik yangtidak dapat kami hitung,
mungkin di karenakan kesalahan pada saat sentringpoint, ataupun salah dalam
pembacaan surveiyor dan pendengaran penulis.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Dari praktikum Ilmu Ukur Tanah yang
telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1. Pengukuran
yang digunakan adalah pengukuran poligon tertutup, dimana titik awal dan titik
akhirnya terletak pada titik yang sama.
2. Dari
data praktikum poligon dapat diambil beberapa hal, yaitu : sudut, jarak dan
azimut dai suatu daerah.
3. Dari
azimut yang didapatkan dapat diketahui koordinat titik – titik poligon yang
akan diplotkan ke kertas gambar.
4. Kesalahan
perhitungan poligon dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu : faktor manusia,
faktor alat dan faktor alam.
Saran
1. Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan
alat, pengutaraan dan kalibrasi.
2. Mengusahakan
pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca yang cerah.
3. Pemilihan
lokasi patok dengan tanah yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Frick, heinz.
1979. Ilmu Ukur Tanah.
Kanisius. Jakarta.
Sosrodarsono. Suyono.
1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Wongsotjitro, Soetomo.
1964. Ilmu ukur tanah.
Kanisius. Jakarta